MANUSIA
DAN POTENSI PENDIDIKAN
(KAJIAN
ONTOLOGI)
Disusun
guna memenuhi tugas
Mata
Kuliah : Filsafat Pendidikan
Dosen
Pengampu : Muthoin, M.Ag
Kelas
: M Reguler Sore
Disusun
oleh :
Af’idatus Sholiha 2021214461
Kikki Faradila Putri 2021214470
M.Yusuf Azhari 2021214486
JURUSAN
TARBIYAH PRODI PAI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk Tuhan yang diberi akal yang berfungsi sebagai alat
untuk berfikir. Dengan akal ini manusia bisa mendapatkan berbagai ilmu
pengetahuan. Akan tetapi ilmu pengetahuan yang didapat manusia tidaklah didapat
begitu mudah dan cepat melainkan harus melalui berbagai proses yang harus
dilalui. Berbagi proses dapat dilalui baik disengaja seperti pendidikan maupun
tidak disengaja seperti pergaulan.
Semua proses yang dilalui manusia tidak akan menimbulkan pengaruh jika
tidak adanya potensi dalam diri manusia, makanya Tuhan telah memberikan
berbagai potensi dalam diri manusia baik jasmani maupun rohani. Sehingga
manusia dapat menjalankan perannya sebagai makhluk yang berakal.
Agar kita dapat mengoptimalkan kemampuan manusia dalam memperoleh ilmu,
dalam hal ini kita perlu memahami mengenai hakikat manusia, segala potensi yang
ada dalam diri manusia, bagaimana memanfaatkan potensi tersebut, dan bagaimana
proses perkembangan manusia dalam pendidikan. sehingga diharapkan dengan ini
dapat tercapainya tujuan pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa hakikat
manusia?
2. Apa saja
potensi yang dimiliki manusia?
3. Bagaimana
pandangan berbagai aliran mengenai proses kependidikan yang dialami manusia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Manusia
Pemikiran
tentang hakikat manusia, sejak zaman dahulu kala sampai zaman modern sekarang
ini belum pernah berakhir dan tak akan pernah berakhir. Memikirkan dan
membicarakan tentang hakikat manusia inilah yang menyebabkan orang tidak henti-hentinya
berusaha mencari jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan mendasar mengenai
manusia, yaitu apa, dari mana, dan kemana manusia itu.
Pembicaraan
mengenai apa manusia itu melahirkan adanya empat aliran, yaitu:
1. Aliran Serba Zat
Aliran
ini dapat disebut juga aliran materialisme. Menurut aliran ini bahwa yang
sungguh-sungguh ada itu adalah zat atau materi. Zat atau materi itulah hakikat
dari sesuatu. Alam ini adalah zat atau materi, dan manusia itu adalah unsur
dari alam. Oleh sebab itu hakikat manusia adalah zat atau materi ( Zuhairini,
dkk., 1995:71). Karena materi berada di dunia, maka pandangan materialisme
cenderung identik dengan sifat duniawi tidak percaya pada sifat rohani.
2. Aliran Serba Ruh
Aliran
ini disebut juga dengan aliran idealisme. Menurut aliran ini bahwa segala
hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah ruh. Juga hakikat manusia adalah
ruh. Adapun zat itu adalah manifestasi dari ruh di atas dunia ini. Aliran ini
menganggap bahwa ruh itu adalah hakikat manusia, sedang badan hanyalah bayangan
saja. Ruh adalah sesuatu yang tidak menempati ruang, sehingga tidak dapat
disentuh dan dilihat oleh panca indra, sedangkan materi adalah penjelmaan ruh.
3. Aliran Dualisme
Aliran
ini mencoba menggabungkan kedua aliran tersebut di atas. Aliran ini menganggap
manusia itu pada hakikatnya terdiri dari substansi yaitu jasmani dan rohani,
badan dan ruh. Kedua substansi ini masing-masing merupakan unsur asal yang
adanya tidak tergantung pada yang lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh juga
sebaliknya ruh tidak berasal dari badan. Hanya dalam perwujudannya, manusia itu
serba dua, jasad dan ruh, yang keduanya berintegrasi membentuk yang disebut
manusia. Antara badan dan ruh terjalin hubungan yang bersifat kausal, sebab
akibat. Artinya antara keduannya saling pengaruh mempengaruhi. Apa yang terjadi
di satu pihak akan mempengaruhi di pihak yang lain. Sebagai contoh orang yang
cacat jasmaninya akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwanya. Sebaliknya,
orang yang jiwanya cacat atau kacau, akan berpengaruh pada fisiknya.
4. Aliran Eksistensialisme
Pembicaraan
tentang hakikat manusia ternyata terus berkembang dan tak kunjung berakhir.
Orang belum merasa puas dengan pandangan-pandangan di atas, baik dari aliran
serba zat, serba ruh maupun aliran dualisme. Ahli-ahli filsafat modern dengan
tekun berpikir lebih lanjut tentang hakikat manusia mana yang merupakan
eksistensi atau wujud sesungguhnya dari manusia itu. Mereka yang memikirkan
manusia dari segi eksistensinya atau wujud manusia itu sesungguhnya,
disebut dengan aliran eksistensialisme. [1]
B. Potensi Manusia Yang Dimiliki Manusia
Manusia
adalah makhluk Allah. Ia dan alam
semesta bukan terjadi sendiriya, tetapi dijadikan oleh Allah. Firman
Allah yang artinya “Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu
rezeki, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (kembali di
akhirat)”. (Q.S. 30 Ar-Rum 40).
Prof. Dr. Omar
Muhammad al Toumi al Syaibany memperinci pandangan islam terhadap manusia itu
atas delapan prinsip.
1) Kepercayaan
bahwa makhluk yang termulia di dalam jagad raya ini.
2) Kepercayaan
akan kemuliaan manusia.
3) Kepercayaan
bahwa manusia itu adalah hewan yang berpikir.
4) Kepercayaan
bahwa manusia itu mempunyai tiga dimensi: badan, akal dan ruh.
5) Kepercayaan
bahwa manusia dalam pertumbuhannya terpengaruh oleh faktor-faktor warisan
(pembawaan) dan alam lingkungan.
6) Kepercayaan
bahwa manusia itu mempunyai motivasi dan kebutuhan.
7) Kepercayaan
bahwa ada perbedaan perseorangan diantara manusia.
8) Kepercayaan
bahwa manusia itu mempunyai keluasan sifat dan selalu berubah.
Prinsip ini digali dari al-quran
dengan memahaminya dari berbagai aspek penafsiran dan kenyataan yang dapat di
hayati.
Dalam
hubungannya dengan pendidikan islam akan kita lihat dari tiga titik, yaitu;
a. Manusia
sebagai makhluk yang mulia.
b. Sebagai
khalifah Allah di bumi.
c. Sebagai
makhluk paedagogik.
1. Manusia Sebagai Makhluk Yang Mulia
Manusia
diciptakan oleh Allah sebagai penerima dan pelaksana ajaran. Oleh karena itu ia
di tempatkan pada kedudukan yang mulia. Sesuai dengan kedudukannya yang mulia
itu, Allah menciptakan manusia itu dalam bentuk fisik yang bagus dan seimbang.
Untuk
mempertahankan kedudukannya yang mulia dan bentuk pribadi yang bagus itu, Allah
memperlengkapinya dengan akal dan perasaan yang memungkinkannya menerima dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, dan membudayakan ilmu yang dimilikinya. Ini
berarti bahwa kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia itu adalah karena :
1) Akal dan perasaan, 2) Ilmu pengetahuan, dan 3) Kebudayaan, yang seluruhnya
dikaitkan kepada pengabdian pada pencipta, Allah SWT.
1. Akal
dan perasaan
Setiap
orang menyadari bahwa ia mempunyai akal dan perasaan. Akal pusatnya di otak,
digunakan untuk berpikir. Perasaan pusatnya di hati, digunakan untuk merasa dan
dalam tingkat paling tinggi ia melahirkan “kata hati”. Dalam kenyataan,
keduanya sukar dipisahkan. Orang merasa dan sekaligus berpikir, hasil rumusan
pikiran dapat dirasakan dan diyakini kebenarannya. Hasil kerja pikiran dapat
memberi rasa kenikmatan. Perasaan kecewa dan sedih dapat mempengaruhi kegiatan
pikiran. Demikian terjalinnya pemakaian akal (pikiran) dan perasaan
ini,sehingga kadang-kadang kurang jelas mana yang berfunsi diantara keduanya,
apakah hati ataukah otak (akal).
Walaupun
umumnya rasa itu berasal dari gejala yang merangsang alat indra, namun ia selalu melalui
pengolahan otak (pikiran) untuk selanjutnya diteruskan ke hati. Penggunaan akal
dan perasaan dapat menentukan kedudukan seseorang dalam lingkungan sosialnya,
dapat membuat dia senang dan marah. Kemampuan berpikir dan merasa ini merupakan
nikmat anugerah Tuhan yang paling besar, dan ini pulalah yang membuat manusia
itu istimewa dan mulia di bandingkan dengan makhluk lainnya. Allah menyuruh
orang menggunakan kemampuan berpikir ini sebaik-baiknya, baik berpikir tentang
diri manusia itu sendiri atau tentang alam semesta ini.
Karena
akal itu merupakan alat untuk menuntut ilmu, dan ilmu merupakan alat untuk
mempertahankan kesulitan manusia, maka islam memerintahkan manusia untuk
menuntut ilmu, bukan saja ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu lainnya.
2. Ilmu
pengetahuan
Pengetahuan
adalah suatu yang diketahui oleh manusia melalui pengalaman, informasi,
perasaan atau melalui intuisi. Ilmu pengetahuan merupakan hasil pengolahan akal
(berpikir) dan perasaan tentang sesuatu yang di ketahui itu.
Sebagai
makhluk berakal, manusia mengamati sesuatu. Hasil pengamatan itu diolah
sehingga menjadi ilmu pengetahuan. Umat islam, untuk mempertahankan
keilmuannya, diperintahkan untuk menuntut ilmu dalam waktu yang tidak terbatas
selama hayat dikandung badan. Prinsip belajar selama hidup ini merupakan ajaran
islam yang penting.
Mereka
yang berilmu dan tidak berilmu itu berbeda dalam pandangan islam. Faktor
terbesar yang membuat makhluk manusia itu mulia adalah karena ia berilmu. Ia
dapat hidup senang dan tenteram karena memiliki ilmu dan menggunakan ilmunya.
Ia dapat menguasai alam ini dengan ilmunya.
3. Kebudayaan
Akibat
dari manusia menggunakan akal pikirannya, perasaannya dan ilmu pengetahuannya,
tumbuhlah kebudayaan, baik berbentuk sikap, tingkah laku, cara hidup ataupun
berupa benda, irama, bentuk dan sebagainya. Semua yang terkumpul dalam otak
manusia yang berbentuk ilmu pengetahuan adalah kebudayaan. Disamping untuk
kesejahteraan dan ketenangan, kebudayaan juga dapat berbahaya dalam kehidupan.
Budaya yang menurut pikiran dan perasaan semata, tanpa pertimbangan norma etika
dan agama, akan menimbulkan bahaya, baik bahaya itu pada pelakunya sendiri,
maupun pada orang lain atau kelompok lain. Karena itu kebudayaan harus diikat
dengan norma etika dan agama.
Islam
memandang manusia sebagai makhluk pendukung dan penciptta kebudayaan. Dengan
akal, ilmu dan perasaan, ia membentuk kebudayaan, sekaligus mewariskan
kebudayaan itu kepada anak dan keturunannya, kepada orang atau kelompok lain
yang dapat mendukungnya. Kesanggupan mewariskan dan menerima warisan ini sendiripun
merupakan anugerah Allah yang menjadikan makhluk manusia itu mulia.
2. Manusia Sebagai Khalifah di Bumi
Pandangan
yang menganggap bahwa manusia itu sebagai khalifah di bumi ini, bersumber pada
firman Allah yang artinya “dan ingatlah,
ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat ‘sesungguhnya aku akan menjadikan
seorang khalifah dimuka bumi”.
Allah
memberitahukan kepada para malaikat bahwa Dia akan menciptakan manusia yang
diserahi tugas khalifah dibumi. Setelah bumi ini diciptakan, Allah
memandang perlu bumi itu didiami, diurus, diolah. Untuk itu ia menciptakan
manusia yang diserahi tugas dan jabatan khalifah. Untuk itu Allah telah
menciptakan manusia sebagai makhluk yang lengkap dan utuh dengan sarana yang
lengkap.
Islam
melihat manusia secara keseluruhan tidak memisahkannya pada bagian-bagian.
Perintah menjalankan syari’at dan bertanggung jawab ditunjukan kepada manusia
yang utuh dan lengkap itu, bukan pada jiwanya saja, atau pada raganya saja
tetapi juga sebagai anggota masyarakat untuk hidup berkelompok-kelompok untuk
saling berkenalan dan hidup bersama.
Lebih
jelas lagi Allah memerintahkan supaya manusia itu berusaha mencari bekal untuk
hidup di akhirat (beribadat), tanpa melupakan kebutuhan hidup di dunia ini dan
dilarang berbuat kerusakan.
3. Manusia Sebagai Makhluk Paedagogik
Makhluk
paedagogik ialah makluk makhluk yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik
dan dapat mendidik. Makhluk itu adalah manusia. Dialah yang memiliki potensi
dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah dibumi, pendukung
dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa bentuk
atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang
dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.
Allah
memang telah menciptakan semua makhluk-Nya ini berdasarkan fitrahnya. Tetapi
fitrah Allah untuk manusia yang disini diterjemahkan dengan potensi dapat
dididik dan mendidik, memiliki kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga
kemampuannya dapat melampaui jauh dari kemampuan fisiknya yang tidak
berkembang.
Meskipun
demikian, kalau potensi itu tidak dikembangkan, niscaya ia akan kurang bermakna
dalam kehidupan. Oleh karena itu perlu dikembangkan dan pengembangan itu
senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan.
Pendidikan
islam berarti pembentukan pribadi muslim. Isi pribadi muslim itu adalah
pengalaman sepenuhnya ajaran Allah dan Rasul-Nya. Tetapi pribadi muslim itu
tidak akan tercapai atau terbina kecuali dengan pengajaran dan pendidikan.
Dalam
ajaran islam bertakwa itu wajib, tetapi tidak mungkin bertakwa itu tercapai
kecuali dengan pendidikan, maka pendidikan itu juga wajib. Dan manusia adalah
makhluk paedagogik, maka kewajiban menyelenggarakan pendidikan adalah kewajiban
yang berarti pula bahwa perintah bertakwa adalah sekaligus perintah
menyelenggarakan pendidikan yang menuju kepada pembinaan manusia bertakwa.[2]
C. Berbagai Pandangan tentang Proses Pendidikan
Berbagai pandangan tentang proses pendidikan antara lain sebagai berikut :
1.
Hukum
Kesatuan Organis
Mengingat proses kependidikan adalah suatu proses pengembangan kemampuan
dasar atau bakat manusia maka dengan sendirinya proses tersebut akan berjalan sesuai dengan
hukum-hukum perkembangan, yaitu hukum kesatuan organis, yang menyatakan bahwa
perkembangan manusia berjalan secara menyeluruh dalam seluruh organ-organnya,
baik organ tubuhnya maupun organ rohaninya. Fungsi kejiwaan manusia tidak
berkembang terlepas antara satu fungsi dengan yang lain, melainkan saling
mempengaruhi antara fungsi yang satu dengan yang lainnya.
2.
Hukum Tempo
Hukum tempo menyatakan bahwa perkembangan manusia itu menurut tempo (waktu)
yang satu sama lain berbeda, pada saat tertentu mengalami perkembangan yang
cepat, tetapi pada saat lainnya mengalami perkembangan yang lambat. Seperti
halnya pada usia muda manusia sangat terampil dan cerdas dalam belajar dan
kreatif dalam ide-ide baru, tetapi pada usia dewasa mengalami kemunduran.
Sedangkan bagi masing-masing individu anak dapat pul a berbeda arah dan
kecepatan perkembangannya. Sebagai contoh seorang anak A lebih cepat
perkembangan daya fantasinya dari anak-anak lain pada saat-saat tertentu. Akan
tetapi dalam usia tertentu daya anak tersebut menurun, sedang anak lain bahkan
baru berkembang.
3.
Aliran
Nativisme
Aliran ini menganggap faktor pembawaan atau bakat serta kemampuan dasar
sebagai penentu dari proses perkembangan manusia. Sehingga proses perkembangan
hidup manusia ditentukan oleh faktor dasar ini. Akibatnya ialah bahwa
faktor-faktor eksternal seperti pendidikan atau lingkungan sekitar serta
pengalaman tidak ada artinya bagi perkembangan hidup manusia.
4.
Aliran
Empirisme
Aliran ini menganggap faktor lingkungan mempunyai dampak besar sekali bagi
pembentukan kepribadian manusia, sehingga faktor ini dinyatakan sebagai faktor
yang paling dominan dampaknya terhadap proses perkembangan manusia.
5.
Hukum
Korvergensi
Hukum konvergensi adalah suatu pandangan bahwa perkembangan manusia itu
berlangsung atas pengaruh dari faktor-faktor bakat atau kemampuan dasar dan
faktor-faktor laingkungan sekitar atau faktor yang disengaja. Proses perkembangan manusia itu selalu
ditentukan oleh perpaduan pengaruh dari faktor pembawaan (kemampuan dasar) dan
faktor lingkungan sekitar, baik disengaja (seperti pendidikan) maupun yang tidak
disengaja, seperti pergaulan dan lingkungan alam maka kedua faktor ini selalu
berproses secara interaksi dalam pembentukan watak dan kepribadian manusia.
6.
Aliran
Pragmatisme
Pandangan pragmatisme dalam pendidikan, seperti yang dikemukakan oleh
beberapa pendidik di Amerika Serikat, misalnya John Dewey, yang menyatakan
bahwa: “education is the prosess without end” (Pendidikan adalah proses
yang tiada akhir) dan berbagai proses itu berlangsung dalam berbagai tujuan.
Proses demikian menurut pandangan ini, terus berlangsung sepanjang hayat. Hanya
nilai-nilai bersifat relatif yang dijadikan ukuran dalam aliran ini yaitu nilai-nilai
baik-buruk, berguna dan tak berguna dikaitkan dengan pertimbangan kultural
masyarakat yang sudahbarang tentu bergantung pada tempat dan waktu.
7.
Pandangan
Islam
Islam penuh dengan ajaran etis dan normatif yang bertolak dari asas hidup
dalam perikeseimbangan sepenuhnya menghargai potensi rohaniyah dan jasmaniyah
manusia bagi kehidupan di alam nyata ini. Manusia sebagai makhluk pribadi yang
selalu mempererat hubungan dengan Tuhan sekaligus menjalin hubungan dengan
masyarakatnya. Pandangan islam yang demikian lebih bercorak konvergensi
daripada empiris dan nativis karena mengakui adanya pengaruh internal berupa
keimanan dalam pribadi dan pengaruh eksternal yang berupa kegiatan sosial dalam
masyarakat.[3]
BAB III
PENUTUP
Manusia adalah
makhluk Tuhan yang mempunyai banyak peran didunia ini, bahkan kehidupan ini
didominasi oleh manusia. Sebenarnya siapakah manusia ini? Pemikiran tentang
hakikat manusia ada yang mengatakan manusia adalah zat, aliran serba ruh
mengatakan hakikat manusia adalah ruh. Aliran dualisme mengatakan bahwa manusia
adalah gabungan antara ruh dan zat.
Sebagai makhluk
yang paling mulia manusia mempunyai berbagai potensi yaitu
a) Manusia
sebagai makhluk yang mulia
b) Sebagai
khalifah Allah di bumi, dan
c) Sebagai
makhluk paedagogik.
Potensi-potensi
tersebut tidak akan berkembang dengan sendirinya. Ada beberapa usaha yang perlu
dilakukan dalam rangka peningkatan kompetensi yang dimiliki manusia, khususnya
di dunia pendidikan. Untuk mencapai titik optimal perkembangan dan pertumbuhan,
manusia harus menempuh proses kependidikan yang berlangsung secara progesif di
atas kemampuan dasar masing-masing. Proses itu diperlancar dan dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, baik disengaja seperti pendidikan maupun yang tidak
disengaja seperti alam sekitar atau pergaulan sosialnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. 2009.
Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : PT Bumi Aksara
Khobir, Abdul.
2011. Filsafat Pendidikan Islam (
Landasan Teoritis dan Prakti ). Pekalongan: STAIN Pekalongan Press
Daradjat, Zakiyah.
2014. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta
: PT Bumi Aksara
[1] Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam ( Landasan
Teoritis dan Praktis ), (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011), Cet. Ke-3, Hlm. 81-83.
[2] Zakiyah Daradjat. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta : PT
Bumi Aksara,2014), Cet.Ke-11, Hlm.1-18
[3] Muzayyin Arifin. Filsafat
Pendidikan Islam.. (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2009), Ed.Revisi. Cet.Ke-4,
Hlm.57-62
Tidak ada komentar:
Posting Komentar